![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibTg9RNIneKIYzMZRSIzVn_fClwCKE2dk_ABl-jlK0CMhNFPHdg0QUmfQZzlM-NL6ki8VujSwilSFV_NCftX1cCoFgwpbrHydg383KtCQLmM1pbCuGj0KeRa00t_2k17_toz_j-kFgDCI/s200/hhh.jpg)
media tersebut seakan hanya menjadi pajangan.
Di masa sekarang, pada umumnya organisasi memiliki akun resmi media berbasis internet, entah itu dalam bentuk website resmi, akun mikroblogging (misal Twitter), akun berbagi (misalkan YouTube atau Instagram), atau akun jejaring pertemanan (misal Facebook). Melalui akun-akun tersebut, organisasi dapat mengomunikasikan dengan cepat informasi-informasi yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Melalui akun-akun tersebut pula, organisasi dapat memberikan informasi secara cepat dan detil.
Sejumlah operator kompetisi memanfaatkan internet guna menunjang komunikasi, seperti melalui website dan akun sosial media. Untuk website misalkan iblindonesia.com (kompetisi basket IBL Indonesia), indonesiansc.com (kompetisi ISC A/TSC dan ISC B), ligaindonesia.co.id (kompetisi ISL dan Divisi Utama), dan lain-lain. Penggunaan akun media sosial pun sudah dipandang serius oleh operator kompetisi, terbukti dengan adanya akun operator kompetisi yang sudah terverifikasi (misal @iscgelora milik PT Gelora Tri Semesta).
Di masa sekarang, pada umumnya organisasi memiliki akun resmi media berbasis internet, entah itu dalam bentuk website resmi, akun mikroblogging (misal Twitter), akun berbagi (misalkan YouTube atau Instagram), atau akun jejaring pertemanan (misal Facebook). Melalui akun-akun tersebut, organisasi dapat mengomunikasikan dengan cepat informasi-informasi yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Melalui akun-akun tersebut pula, organisasi dapat memberikan informasi secara cepat dan detil.
Sejumlah operator kompetisi memanfaatkan internet guna menunjang komunikasi, seperti melalui website dan akun sosial media. Untuk website misalkan iblindonesia.com (kompetisi basket IBL Indonesia), indonesiansc.com (kompetisi ISC A/TSC dan ISC B), ligaindonesia.co.id (kompetisi ISL dan Divisi Utama), dan lain-lain. Penggunaan akun media sosial pun sudah dipandang serius oleh operator kompetisi, terbukti dengan adanya akun operator kompetisi yang sudah terverifikasi (misal @iscgelora milik PT Gelora Tri Semesta).
Secara umum operator kompetisi menggunakan website dan sosial media untuk
memublikasikan informasi-informasi dan melakukan engagement dengan followers. Untuk website resmi, pada umumnya adalah
pratinjau dan berita mengenai pertandingan. Beberapa informasi dihiasi dengan
bahasa yang catchy. Misalnya website resmi PT Liga Indonesia
(www.ligaindonesia.co.id) dan PT GTS (www.indonesiansc.com) yang hampir selalu
menampilkan julukan klub di judul berita mereka. Selain informasi seputar
pertandingan, website juga dilengkapi dengan data-data seputar tim, pemain, daftar
sanksi, dan lain-lain.
Bagaimana dengan akun media sosial? Akun twitter resmi kompetisi misalkan, digunakan untuk melakukanlivetweet pertandingan. Apabila tidak ada pertandingan, akun twitter tersebut digunakan untuk berbagi informasi-informasi semacam "Did You Know", informasi dengan tautan ke situs resmi operator, atau me-retweet informasi dari klub. Tidak jarang juga membuka interaktif dengan follower, seperti mengajak berbagi pengalaman, kuis trivia, dan sebagainya.
Lambat dalam Memberikan Pernyataan
Namun kondisinya bisa sangat berbeda ketika terjadi masalah, misal saat muncul persoalan tentang jadwal serta lokasi pertandingan yang sering berubah-ubah secara mendadak dan pertanyaan mengenai nasib kompetisi. Ketika masalah tiba, operator kompetisi cenderung menjadi 'pendiam' di dunia maya. 'Diam' dalam arti tidak segera memberikan respons—atau malah tidak memberikan respons sama sekali.
Contohnya, menjelang kompetisi Indonesian Basketball League (IBL Indonesia) 2017, muncul banyak pertanyaan mengenai kontestan dan kejelasan nasib kompetisi karena tidak adanya pra-musim
[Baca Juga: Perbasi Pastikan Kompetisi IBL Musim Depan Tetap Bergulir]
Namun tidak ada sama sekali penjelasan mengenai isu yang terjadi. Informasi terakhir yang ada di website www.iblindonesia.com mengenai Perbasi Cup, sementara tiga cuitan terakhir di linimasa @iblindonesia menjelaskan tentang draft pemain, informasi terkini tentang manajemen salah satu tim peserta, dan mempromosikan Asian Games 2016 (data hingga 25 Desember 2016)
Contoh lain adalah lambatnya pernyataan resmi PT GTS berkaitan dengan perubahan lokasi dan waktu final ISC B, yang semula berlangsung di Solo tanggal 17 Desember menjadi di Jepara tanggal 22 Desember. Yang 'unik', PT GTS dalam akun twitter-nya malah lebih dahulu me-retweet cuitan dari akun twitter PSS Sleman (@PSSleman) sebagai klub finalis, mengenai pemindahan dan perubahan lokasi (Catatan untuk redaksi : lihat file PDF). Dalam cuitannya, @PSSleman menyertakan foto surat resmi dari GTS (tertanggal 19 Desember 2016) mengenai perubahhan jadwal dan lokasi.
Bagaimana dengan akun media sosial? Akun twitter resmi kompetisi misalkan, digunakan untuk melakukanlivetweet pertandingan. Apabila tidak ada pertandingan, akun twitter tersebut digunakan untuk berbagi informasi-informasi semacam "Did You Know", informasi dengan tautan ke situs resmi operator, atau me-retweet informasi dari klub. Tidak jarang juga membuka interaktif dengan follower, seperti mengajak berbagi pengalaman, kuis trivia, dan sebagainya.
Lambat dalam Memberikan Pernyataan
Namun kondisinya bisa sangat berbeda ketika terjadi masalah, misal saat muncul persoalan tentang jadwal serta lokasi pertandingan yang sering berubah-ubah secara mendadak dan pertanyaan mengenai nasib kompetisi. Ketika masalah tiba, operator kompetisi cenderung menjadi 'pendiam' di dunia maya. 'Diam' dalam arti tidak segera memberikan respons—atau malah tidak memberikan respons sama sekali.
Contohnya, menjelang kompetisi Indonesian Basketball League (IBL Indonesia) 2017, muncul banyak pertanyaan mengenai kontestan dan kejelasan nasib kompetisi karena tidak adanya pra-musim
[Baca Juga: Perbasi Pastikan Kompetisi IBL Musim Depan Tetap Bergulir]
Namun tidak ada sama sekali penjelasan mengenai isu yang terjadi. Informasi terakhir yang ada di website www.iblindonesia.com mengenai Perbasi Cup, sementara tiga cuitan terakhir di linimasa @iblindonesia menjelaskan tentang draft pemain, informasi terkini tentang manajemen salah satu tim peserta, dan mempromosikan Asian Games 2016 (data hingga 25 Desember 2016)
Contoh lain adalah lambatnya pernyataan resmi PT GTS berkaitan dengan perubahan lokasi dan waktu final ISC B, yang semula berlangsung di Solo tanggal 17 Desember menjadi di Jepara tanggal 22 Desember. Yang 'unik', PT GTS dalam akun twitter-nya malah lebih dahulu me-retweet cuitan dari akun twitter PSS Sleman (@PSSleman) sebagai klub finalis, mengenai pemindahan dan perubahan lokasi (Catatan untuk redaksi : lihat file PDF). Dalam cuitannya, @PSSleman menyertakan foto surat resmi dari GTS (tertanggal 19 Desember 2016) mengenai perubahhan jadwal dan lokasi.
PT GTS justru baru memberikan informasi melalui akun twitter resmi-nya--yang sudah verified account itu-- sekitar dua hari setelah meretweet dari akun PSS Sleman. PT GTS juga baru memberikan pernyataan resmi di website www.indonesiansc.com tentang perubahan waktu dan lokasifinal ISC B pada 20 Desember 2016, pukul 22:28 WIB (Usai Diundur, Lokasi Final ISC B 2016 Pun Digeser). Pernyataan resmi ini berjarak satu hari dari GTS merilis surat resmi berkaitan dengan pemindahan dan perubahan venua. Pertanyaannya, mengapa harus sampai menunda selama sekitar 24 jam?
Antara Cepat Tanggap dan Terburu-buru
Apabila isu yang terjadi dibiarkan berkembang, maka dapat menjadi krisis. Krisis secara umum adalah peristiwa-peristiwa yang mengganggu organisasi dalam mencapai tujuannya. Krisis dapat menimbulkan kerugian dari organsasi, baik itu secara finansial hingga reputasi organisasi.
Dalam situasi krisis, arus informasi menjadi semakin kencang. Secara kuantitas, informasi meningkat. Tetapi secara kualitas, belum tentu. Berbagai macam informasi bercampur, mulai dari informasi yang keliru, yang sengaja disebarkan untuk memperkeruh situasi, atau informasi yang memang mengandung kebenaran. Terlebih lagi di era internet seperti saat ini. Organisasi harus adu cepat dengan informasi-informasi yang menyebar melalui media sosial.
Kondisi ini menuntut operator kompetisi melakukan counter informasi dengan cara sesegera mungkin memberikan klarifikasi. Namun dari beberapa contoh, operator kompetisi malah cenderung 'diam', dalam arti tidak memberikan pernyataan dengan segera -- atau malah tidak memberikan pernyataan sama sekali.
Ketika sebuah organisasi cenderung memilih diam dalam situasi krisis, maka publik akan menilai organisasi tersebut tidak mampu mengendalikan situasi yang terjadi. Terlepas dalam diam tersebut organisasi melakukan sebuah hal untuk mencari solusi, namun pilihan untuk 'tutup mulut' bukanlah keputusan yang baik. Pasalnya, memberikan penjelasan kepada publik (berkomunikasi) di situasi krisis merupakan hal yang penting. Komunikasi ibaratnya "darah kehidupan" dalam situasi krisis (Kyhn, 2008).
Keberadaan internet sebenarnya dapat membantu organisasi untuk memberikan informasi dengan segera, dalam situasi yang 'critical dan challenging' (Dewa Broto, 2014). Salah satu ciri-ciri dari internet adalah responsif, yang berkaitan dengan kecepatan dalam menanggapi berbagai informasi yang masuk dari publik (Gustaven dan Tilley, 2003).
Namun ada kalanya kegagalan membedakan 'cepat tanggap' dengan 'buru-buru' juga dapat merugikan organisasi. Sebagai contoh ketika kompetisi Liga Prima Indonesia (LPI) melalui website resmi-nya telah mengumumkan kompetisi putaran kedua ditunda hingga batas waktu yang belum ditetapkan. Pengumuman itu berdasarkan surat bernomor 030/LPI/PJ/VII/2011 tanggal 26 Juli 2011 yang ditandatangani general manager liga, Arya Abhiseka.Namun kemudian pengumuman itu dihapus. Kala dikonfirmasi wartawan, juru bicara LPI Abi Hasantoso mengatakan pernyataan yang ada di website LPI tersebut menggunakan data yang salah dan menegaskan bahwa putaran kedua masih sesuai dengan jadwal. (LPI bantah penundaan putaran kedua, detikSport, 28 Juli 2011 , 00:11 WIB). Tentunya pernyataan ini mengesankan bahwa terjadi koordinasi dalam diri operator kompetisi tidak bagus. Ada kesan mereka tidak siap dalam menghadapi situasi seperti ini.
Catatan Penutup
Operator kompetisi masih memiliki kekurangan dalam memaksimalkan potensi media berbasis internet yang mereka punya. Operator kompetisi begitu aktif saat memberikan informasi melalui dunia maya mengenai hal-hal yang positif, tetapi kemudian mendadak senyap ketika masalah terjadi.
Manajemen operator kompetisi perlu memahami, bahwa dengan menjelaskan persoalan melalui media berbasis internet, mereka mendapatkan keuntungan. Misalnya, dapat meminimalkan risiko pernyataan yang mereka sampaikan 'salah dikutip oleh media'. Dengan memposting pernyataan resmi berkaitan dengan sebuah masalah di website atau media sosial, publik bisa langsung mengecek sendiri, bagaimana sesungguhnya pernyataan utuh si operator kompetisi.
Agar potensi internet dapat maksimal, internal dari operator kompetisi perlu melakukan beberapa penyesuaian. Misalkan, perlu ada koordinasi yang lebih baik antara jajaran pengambil keptusan (misalkan CEO, direktur kompetisi, dll) dengan bagian yang mengelola media berbasis internet. Tujuannya agar segala keputusan bisa segera disampaikan.
Selain itu antara jajaran pengambi keputusan dengan pihak hubungan masyarakat (humas) operator kompetisi juga perlu memiliki koordinasi yang baik. Humas operator kompetisi sebaiknya tidak hanya menyampaikan pesan-pesan yang positif saja, tetapi juga perlu menyampaikan berbagai respons dari masyarakat, persoalan-persoalan yang terjadi, kepada para pengambl keputusan. Tentunya untuk mewujudkan hal tersebut, jajaran pengambil keptuusan juga harus bersikap terbuka.
0 komentar:
Posting Komentar